Dikisahkan, Di usianya yang sudah menginjak 100 tahun, Nabi Ibrahim
belum dikaruniai seorang anak pun.
Karenanya, ia ingin sekali mendapat karunia seorang anak, dan beliau
selalu berdoa, Rabbii hablii minash-shaalihiin!” Wahai Rabbku,
karuniakanlah kepadaku sebagian dari keturunanku dari orang-orang yang
saleh!”
Doa Nabi Ibrahim itu dikabulkan Allah SWT. Dia diberi kabar akan mendapat anak yang saleh. Anak yang sangat didambakan Nabi Ibrahim telah lahir dari rahim istrinya yang kedua, bernama Siti Hajar. Dia amat mencintai dan menyayangi anaknya. Untuk menguji kecintaannya itu, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih putranya tersayang. Namun, kecintaan Ibrahim kepada Allah jauh melebihi cintanya kepada sang anak. Hal ini pulalah yang menyebabkan Ibrahim mendapat gelar Al-Khalil (Sang kekasih).
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika Allah memberi julukan kepada Ibrahim sebagai kekasih-Nya, para Malaikat melakukan protes. Sebab, julukan itu dianggap berlebihan. Namun, Allah menerangkan bahwa julukan itu diberikan karena Ibrahim sangat tulus memberikan cinta dan pengabdiannya kepada Allah.
Jibril bertanya pada Allah, “Ya Allah, mengapa Engkau memberi gelar Khalilullah (kekasih Allah) kepada Ibrahim, padahal ia sibuk dengan kekayaan dan keluarganya? Dengan demikian, bagaimana mungkin ia pantas menjadi Khalilullah?” Allah menjawab, “Jangan kalian menilai secara lahiriah, tapi lihatlah hati dan amal baktinya. Karena tiada di hatinya rasa cinta selain kepada-Ku. Bila kalian ingin menguji, ujilah dia.”
Lalu, Malaikat Jibril mengujinya dan terbukti bahwa kekayaan dan keluarganya tak sedikit pun membuat Ibrahim lalai dalam mengabdi kepada Allah. Bahkan, Allah pun mengujinya dengan perintah agar Ibrahim menyembelih putranya tersayang (Ismail). Walaupun perintah tersebut disampaikan melalui mimpi (ru’yah shadiqah), dengan ketabahan, ketulusan, dan tawakalnya kepada Allah, ia melaksanakan perintah tersebut dengan penuh keyakinan dan kepasrahan.
Doa Nabi Ibrahim itu dikabulkan Allah SWT. Dia diberi kabar akan mendapat anak yang saleh. Anak yang sangat didambakan Nabi Ibrahim telah lahir dari rahim istrinya yang kedua, bernama Siti Hajar. Dia amat mencintai dan menyayangi anaknya. Untuk menguji kecintaannya itu, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih putranya tersayang. Namun, kecintaan Ibrahim kepada Allah jauh melebihi cintanya kepada sang anak. Hal ini pulalah yang menyebabkan Ibrahim mendapat gelar Al-Khalil (Sang kekasih).
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika Allah memberi julukan kepada Ibrahim sebagai kekasih-Nya, para Malaikat melakukan protes. Sebab, julukan itu dianggap berlebihan. Namun, Allah menerangkan bahwa julukan itu diberikan karena Ibrahim sangat tulus memberikan cinta dan pengabdiannya kepada Allah.
Jibril bertanya pada Allah, “Ya Allah, mengapa Engkau memberi gelar Khalilullah (kekasih Allah) kepada Ibrahim, padahal ia sibuk dengan kekayaan dan keluarganya? Dengan demikian, bagaimana mungkin ia pantas menjadi Khalilullah?” Allah menjawab, “Jangan kalian menilai secara lahiriah, tapi lihatlah hati dan amal baktinya. Karena tiada di hatinya rasa cinta selain kepada-Ku. Bila kalian ingin menguji, ujilah dia.”
Lalu, Malaikat Jibril mengujinya dan terbukti bahwa kekayaan dan keluarganya tak sedikit pun membuat Ibrahim lalai dalam mengabdi kepada Allah. Bahkan, Allah pun mengujinya dengan perintah agar Ibrahim menyembelih putranya tersayang (Ismail). Walaupun perintah tersebut disampaikan melalui mimpi (ru’yah shadiqah), dengan ketabahan, ketulusan, dan tawakalnya kepada Allah, ia melaksanakan perintah tersebut dengan penuh keyakinan dan kepasrahan.
Nabi Ibrahim menyampaikan kepada anaknya,
إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Sungguh aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih kamu (Ismail), –
Aku diperintahkan agar aku menyembelih kamu, wahai Ismail. – Bagaimana
menurutkanmu Ismail? Bapak gelisah karena mimpi ini.” Ternyata jawaban
dari anaknya di luar dugaan. Ia tidak mengatakan, “Jangan!”, “Tidak mau.
Saya tidak mau disembelih.”, atau “Ayah jahat,”Ketulusannya tampak dari keberaniaan untuk tetap melaksanakan kurban. Walaupun iblis selalu berusaha menggodanya, Ibrahim tetap kukuh melaksanakan mimpi yang diyakini sebagai perintah dari Allah. Karena itulah, Di saat setan menggodanya, Ibrahim melempari setan dengan batu. Begitu pula ketika setan menggoda Ismail, ia pun melempar baru. Setan kemudian menggoda Siti Hajar, ia juga dilempari batu. Ketiganya (Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar) secara bersama-sama melempari mereka dengan batu.
Prosesi pelemparan batu kepada setan ini kemudian menjadi syariat perintah melempar jumrah bagi jamaah haji. Menyaksikan peristiwa yang mengharukan itu malaikat Jibril kagum seraya mengucapkan takbir sehingga sekarang takbiran itu menjadi tradisi. Kurban zaman Rasulullah SAW Nabi Muhammad SAW melakukan kurban pada saat melaksanakan Haji Wada di Mina. Kala itu Rasul SAW menyembelih 100 ekor unta, 63 ekor di sembelih dengan tangannya sendiri dan sisanya disembelih oleh Ali bin Abu Thalib. Keseluruhan hewan kurban tersebut disembelih setelah shalat Idul Adha dilaksanakan. (QS. Al-Hajj [22]: 36). Dalam surah Al-Hajj [22] ayat 36 tersebut dijelaskan tentang jenis hewan yang dijadikan kurban, Tujuan dari berkurban, Cara menyembelih hewan kurban, Waktu memakan daging kurban, Dan orang-orang yang dapat memakan daging kurban.
Berdasarkan contoh Rasulullah SAW inilah umat Islam melaksanakan ibadah kurban. Di zaman pra-Islam, Praktik kurban juga pernah dilakukan Abdul Muthalib (kakek Rasul SAW) ketika harus untuk mengurbankan Abdullah (ayah Rasul SAW) saat menggali sumur zamzam untuk kebutuhan penduduk Makkah. Ketika itu, Abdul Muthalib bernazar, bila anaknya sebanyak 10 orang, salah satu di antaranya akan dijadikan kurban atau persembahan. Namun, karena sayangnya kepada Abdullah, Abdul Muthalib melakukan pengundian hingga 10 kali, dan akhirnya tertulis nama Abdullah. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar